"Saya sangat heran dan terinspirasi bagaimana di Indonesia, sebuah perpustakaan keluarga yang dibangun bisa dimanfaatkan koleksinya oleh masyarakat di sekitar keluarga itu tinggal. Dan, lalu berkembang menjadi perpustakaan komunitas atau taman bacaan masyarakat," ungkap Stian Haklev, mahasiswa International Development Studies, University of Toronto, dalam surat elektroniknya kepada saya pekan lalu.
Ia melihat fenomena ini berbeda dengan negara-negara lain yang pernah ia kunjungi, di mana "perpustakaan" didirikan oleh negara untuk melayani kebutuhan informasi rakyatnya. Haklev saat ini sedang meneliti perkembangan perpustakaan dan literasi di Indonesia. Sebelum jauh sampai ke fenomena perpustakaan komunitas yang sedang "mewabah" di Indonesia, mari kita kenali dulu apa yang dimaksud dengan perpustakaan keluarga serta aktivitas di dalamnya.
Kebiasaan Membaca
Membaca pada dasarnya perlu dipupuk di setiap rumah keluarga Indonesia, di mana keluarga berperan penting mewujudkan budaya baca. Bila memungkinkan, membaca sudah dapat dijadikan aktivitas harian sekeluarga, seperti halnya menonton televisi, makan bersama, dan beribadah bersama.
Untuk menciptakan suasana seperti itu adalah penting untuk menyediakan kebutuhan bacaan yang mengandung ilmu pengetahuan maupun rekreasi sekeluarga di rumah. Manfaat lainnya, membaca juga dapat menanamkan sikap saling membantu seluruh anggota keluarga dalam proses pembelajaran pengetahuan di rumah.
Lazimnya, setiap orang memunyai bahan bacaan yang dibeli dan disimpan sendiri. Koleksi ini bisa dikumpulkan dan disusun di suatu tempat di dalam rumah. Pada tahap awal, mungkin baru dalam bentuk rak-rak buku yang kemudian dapat berkembang menjadi sebuah perpustakaan keluarga dengan fasilitas yang semakin lengkap dan nyaman. Perpustakaan keluarga bisa dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan setiap keluarga.
Sebuah keluarga yang telah menjadikan perpustakaan sebagai jantung sebuah rumah bisa dikatakan telah mengerti fungsi dan manfaat keberadaan tempat pengetahuan tersebut. Kemudian pada tingkat lanjut, mereka menjadi paham benar bahwa buku dan pengetahuan bisa memengaruhi hidup mereka agar menjadi semakin baik.
Penataan Ruang
Desain dan penataan perpustakaan keluarga dapat disesuaikan dengan kebutuhan penghuni rumah. Misalnya, ada yang menginginkan perpustakaan itu juga menjadi ruang baca atau sekadar tempat untuk mengisi waktu luang dan rileks semata. Ada juga yang mendesain perpustakaan dengan serius, misalnya dibuat khusus dengan dinding kaca yang berbatasan langsung dengan taman atau kolam agar dapat menikmati keasrian rumah sambil membaca buku. Ada juga yang menatanya sekaligus menjadi ruang kerja, yang juga menyimpan berbagai dokumen dan surat-surat.
Perpustakaan keluarga sebagai tempat rekreasi pengetahuan juga sangat mungkin dikembangkan dengan menyediakan koleksi audio visual. Di mana menyediakan televisi, "multimedia player", komputer beserta koleksi film fiksi bermutu, film dokumenter, dan pengetahuan. "Play Station" dan alat permainan interaktif berbasis komputer dan teknologi lainnya tentu tidak dianjurkan ditempatkan di dalam perpustakaan keluarga.
Penempatan televisi dan "multimedia player" pun sebenarnya riskan digabung di dalam perpustakaan keluarga. Bila kesadaran atas pembelajaran sudah mendominasi keluarga, tidak menjadi masalah. Tapi kalau belum, cukup koleksi audio visualnya saja yang ditempatkan di perpustakaan. Yang paling penting adalah kenyamanan dan fungsi perpustakaan di tengah keluarga.
Ruang perpustakaan juga harus memiliki sirkulasi udara dan tata cahaya yang baik. Bila memang diperlukan, keberadaan penyejuk ruangan (AC) dimungkinkan. Begitu juga suasana ruangan yang idealnya jauh dari ruang-ruang yang menimbulkan suara bising, seperti dapur dan garasi. Hindari koleksi yang ada di rak terkena langsung sinar matahari karena dapat merusak bahan pustaka yang dikoleksi.
Pengembangan Koleksi
Koleksi bahan bacaan di dalam sebuah perpustakaan keluarga masih lemah dalam pemilihan subjek dan jenisnya. Biasanya koleksi itu monoton pada tema-tema tertentu saja, yang kadang mengikuti minat berlebihan seseorang di dalam keluarga.
Koleksi yang paling umum di dalam sebuah perpustakaan adalah menyediakan berbagai referensi, seperti ensiklopedia, kamus, buku manual, direktori, dan berbagai panduan lainnya. Termasuk di dalamnya buku-buku "how to" yang dapat membantu setiap anggota keluarga untuk masalah keseharian, misalnya panduan P3K, perawatan peralatan rumah tangga, dan perbaikan instalasi listrik.
Koleksi berikutnya adalah buku-buku fiksi yang biasanya tergantung pada minat masing-masing anggota keluarga pada novel, karya sastra, komik, dan buku-buku fiksi lainnya. Kemudian masuk ke buku-buku pengetahuan, baik itu yang populer maupun akademis/ilmiah. Buku-buku pengetahuan ini biasanya lebih banyak ke subjek-subjek yang sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikan anggota keluarga.
Buku-buku pelajaran dan pengetahuan bisa jadi akan mendominasi rak-rak buku bila keluarga memiliki kecenderungan "gandrung" akan perkembangan pengetahuan dan teknologi. Bila sebuah keluarga lebih menjadikan buku sebagai sarana penghibur, maka buku-buku fiksi akan lebih melimpah. Bila keluarga mendukung keberadaan koleksi audio visual, maka DVD, VCD, dan kaset yang berisi kisah-kisah fiksi dan pengetahuan akan menjadi koleksi perpustakaan keluarga.
Dalam pemilihan koleksi, terutama untuk anak-anak, idealnya ada tingkatan bacaan yang disesuaikan dengan umur anak. Karena di Indonesia belum tersedia, maka bisa dimulai dari bacaan yang ringan dan disukai anak dulu dan terus meningkat sampai ke apa yang diinginkan orang tua. Di negara-negara maju, buku bacaan anak sudah memiliki peringkat standar berdasarkan umur dan tingkat kebutuhan atas bacaan.
Pengadaan Bacaan
Berkembangnya sebuah perpustakaan keluarga sangat terkait dengan sejauh mana keseriusan setiap anggota keluarga mengadakan koleksinya. Bila membeli buku sudah menjadi kegiatan rutin di dalam keluarga, maka bertambahnya koleksi akan terus berlangsung setiap waktu. Biasanya ada keluarga yang pergi bersama ke toko buku setiap bulannya, tetapi ada juga yang dilakukan oleh masing-masing anggota keluarga. Dalam kondisi seperti ini, setiap keluarga sudah mengalokasikan dana khusus.
Pengadaan buku yang lebih banyak biasanya terjadi bila ada anggota keluarga yang melakukan perjalanan ke luar negeri. Kadang mereka memborong buku-buku yang sulit didapat di Indonesia. Biasanya ada dana khusus yang memang disiapkan dan bisa dipastikan ada anggota keluarga lain yang juga menitipkan sejumlah judul untuk dibeli.
Bila di dalam koleksi perpustakaan keluarga, dikembangkan secara khusus subjek tertentu mengikuti penokohan keilmuan dari salah satu anggota keluarga, maka bahan pustaka yang ada akan berkembang menjadi tema-tema tertentu. Pendokumentasian ini akan berkembang menjadi koleksi khusus. Beberapa contoh adalah koleksi Nurcholis Madjid, Sarlito Wirawan, atau HB Jassin yang dikembangkan pada subjek tertentu.
Penyusunan Pustaka
Semakin banyaknya koleksi perpustakaan, maka perlu adanya pengelompokan dan penyusunan di rak. Awalnya biasanya dikelompokkan berdasar ukuran buku dan bukan berdasar klasifikasi kelompok pengetahuan.
Walaupun perpustakaan pribadi bukan perpustakaan umum, sudah saatnya kita menata buku berdasar klasifikasi. Klasifikasi yang umum digunakan adalah Dewey Decimal Classification (DDC) atau Universal Decimal Classification (UDC). Dalam sistem klasifikasi DDC, kita membagi bahan pustaka dalam kelompok karya umum (berkode 000), karya filsafat (100), agama (200), ilmu-ilmu sosial (300), bahasa (400), ilmu-ilmu murni (500), teknologi/ilmu terapan (600), kesenian (700), kesusastraan (800), serta geografi, biografi, dan sejarah (900). Untuk koleksi buku fiksi dan anak bisa dikelompokkan sendiri. Teknik mengklasifikasinya dapat dicari di berbagai bahan yang tersedia di internet.
Ilmu tentang klasifikasi pengetahuan ini idealnya sudah dikembangkan di tengah-tengah keluarga. Hal ini akan bermanfaat ketika ada yang memanfaatkan berbagai perpustakaan umum, baik di Indonesia maupun di negara lain. Secara umum, klasifikasi buku di rak-rak perpustakaan seragam. Di banyak negara, proses pembelajaran penggunaan perpustakaan dan ilmu klasifikasi pengetahuan telah diajarkan sejak anak-anak.
Inventarisasi dan pencatatan koleksi, idealnya sejak awal telah dikembangkannya di sebuah perpustakaan keluarga. Dengan terdokumentasinya setiap buku yang masuk ke koleksi, maka akan memudahkan setiap anggota keluarga mengetahui buku-buku yang sudah ada di rak perpustakaan. Pencatatan ini dapat mencegah terbelinya buku yang sama dan mengetahui buku yang sedang dipinjam oleh kerabat dan teman.
Biasanya perpustakaan mengenal buku induk. Buku induk ini bisa mencatat apa saja terkait dengan koleksi berdasar kebutuhan yang ada.
Di dunia perpustakaan Indonesia, tersedia perangkat lunak perpustakan gratis yang menggabungkan buku induk dan klasifikasi koleksi. Di antaranya adalah perangkat lunak Athenaeum Light 8.5 yang dikembangkan KALI bersama Forum Indonesia Membaca dan Senayan 3.0 yang dikembangkan oleh library(at)senayan. Kedua perangkat lunak ini dapat diunduh melalui internet.
Dengan perangkat lunak ini, perpustakaan keluarga bisa dengan mudah mencatat, mengklasifikasi, dan mengatur penempatan buku di rak. Bahkan ia juga dapat mendata keanggotaan, kalau memang diperlukan, ketika perpustakaan dikembangkan melayani kerabat, teman, dan tetangga.
Aktivitas Perpustakaan
Perpustakaan dapat dijadikan sebagai tempat berkumpulnya keluarga, selain meja makan dan ruang ibadah. Aktivitas yang bisa dikembangkan bisa bermacam-macam, seperti mendiskusikan buku dengan tema tertentu secara berkala, mempresentasikan bacaan yang berkesan dari seorang anggota keluarga, mengulas tema-tema hangat di media massa, atau kegiatan yang paling sederhana seperti bermain "scrabble", monopoli, dan teka-teki silang.
Aktivitas lebih lanjut yang lebih menggairahkan adalah ketika sudah meningkat ke tahap proyek menulis yang sedang dilakukan salah satu anggota keluarga. Penulisan adalah tingkat lanjut dari aktivitas membaca, ketika individu menuangkan gagasannya dan dikembangkan menjadi buku, baik itu fiksi maupun nonfiksi. Anggota keluarga yang lain bisa mengambil peran mengkritik gagasan-gagasan sang penulis atau membandingkannya dengan buku-buku lain. Alangkah indahnya bila budaya membaca telah menyatu dengan budaya menulis di tengah-tengah keluarga.
Di luar itu, seperti pernyataan Haklev di awal tulisan ini, bila sebuah perpustakaan keluarga berkembang menjadi pusat pendokumentasian pengetahuan, maka ia akan dapat beralih fungsi menjadi perpustakaan komunitas dan taman bacaan masyarakat -- ketika negara tidak dapat mengakomodasi kebutuhan pengetahuan masyarakatnya.
*) Penulis adalah pustakawan di library(at)senayan dan penggagas Forum Indonesia Membaca
Kamis, 13 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar