Kamis, 13 Mei 2010

Perpustakaan Keluarga

"Saya sangat heran dan terinspirasi bagaimana di Indonesia, sebuah perpustakaan keluarga yang dibangun bisa dimanfaatkan koleksinya oleh masyarakat di sekitar keluarga itu tinggal. Dan, lalu berkembang menjadi perpustakaan komunitas atau taman bacaan masyarakat," ungkap Stian Haklev, mahasiswa International Development Studies, University of Toronto, dalam surat elektroniknya kepada saya pekan lalu.
Ia melihat fenomena ini berbeda dengan negara-negara lain yang pernah ia kunjungi, di mana "perpustakaan" didirikan oleh negara untuk melayani kebutuhan informasi rakyatnya. Haklev saat ini sedang meneliti perkembangan perpustakaan dan literasi di Indonesia. Sebelum jauh sampai ke fenomena perpustakaan komunitas yang sedang "mewabah" di Indonesia, mari kita kenali dulu apa yang dimaksud dengan perpustakaan keluarga serta aktivitas di dalamnya.
Kebiasaan Membaca
Membaca pada dasarnya perlu dipupuk di setiap rumah keluarga Indonesia, di mana keluarga berperan penting mewujudkan budaya baca. Bila memungkinkan, membaca sudah dapat dijadikan aktivitas harian sekeluarga, seperti halnya menonton televisi, makan bersama, dan beribadah bersama.
Untuk menciptakan suasana seperti itu adalah penting untuk menyediakan kebutuhan bacaan yang mengandung ilmu pengetahuan maupun rekreasi sekeluarga di rumah. Manfaat lainnya, membaca juga dapat menanamkan sikap saling membantu seluruh anggota keluarga dalam proses pembelajaran pengetahuan di rumah.
Lazimnya, setiap orang memunyai bahan bacaan yang dibeli dan disimpan sendiri. Koleksi ini bisa dikumpulkan dan disusun di suatu tempat di dalam rumah. Pada tahap awal, mungkin baru dalam bentuk rak-rak buku yang kemudian dapat berkembang menjadi sebuah perpustakaan keluarga dengan fasilitas yang semakin lengkap dan nyaman. Perpustakaan keluarga bisa dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan setiap keluarga.
Sebuah keluarga yang telah menjadikan perpustakaan sebagai jantung sebuah rumah bisa dikatakan telah mengerti fungsi dan manfaat keberadaan tempat pengetahuan tersebut. Kemudian pada tingkat lanjut, mereka menjadi paham benar bahwa buku dan pengetahuan bisa memengaruhi hidup mereka agar menjadi semakin baik.

Penataan Ruang
Desain dan penataan perpustakaan keluarga dapat disesuaikan dengan kebutuhan penghuni rumah. Misalnya, ada yang menginginkan perpustakaan itu juga menjadi ruang baca atau sekadar tempat untuk mengisi waktu luang dan rileks semata. Ada juga yang mendesain perpustakaan dengan serius, misalnya dibuat khusus dengan dinding kaca yang berbatasan langsung dengan taman atau kolam agar dapat menikmati keasrian rumah sambil membaca buku. Ada juga yang menatanya sekaligus menjadi ruang kerja, yang juga menyimpan berbagai dokumen dan surat-surat.
Perpustakaan keluarga sebagai tempat rekreasi pengetahuan juga sangat mungkin dikembangkan dengan menyediakan koleksi audio visual. Di mana menyediakan televisi, "multimedia player", komputer beserta koleksi film fiksi bermutu, film dokumenter, dan pengetahuan. "Play Station" dan alat permainan interaktif berbasis komputer dan teknologi lainnya tentu tidak dianjurkan ditempatkan di dalam perpustakaan keluarga.
Penempatan televisi dan "multimedia player" pun sebenarnya riskan digabung di dalam perpustakaan keluarga. Bila kesadaran atas pembelajaran sudah mendominasi keluarga, tidak menjadi masalah. Tapi kalau belum, cukup koleksi audio visualnya saja yang ditempatkan di perpustakaan. Yang paling penting adalah kenyamanan dan fungsi perpustakaan di tengah keluarga.
Ruang perpustakaan juga harus memiliki sirkulasi udara dan tata cahaya yang baik. Bila memang diperlukan, keberadaan penyejuk ruangan (AC) dimungkinkan. Begitu juga suasana ruangan yang idealnya jauh dari ruang-ruang yang menimbulkan suara bising, seperti dapur dan garasi. Hindari koleksi yang ada di rak terkena langsung sinar matahari karena dapat merusak bahan pustaka yang dikoleksi.
Pengembangan Koleksi
Koleksi bahan bacaan di dalam sebuah perpustakaan keluarga masih lemah dalam pemilihan subjek dan jenisnya. Biasanya koleksi itu monoton pada tema-tema tertentu saja, yang kadang mengikuti minat berlebihan seseorang di dalam keluarga.
Koleksi yang paling umum di dalam sebuah perpustakaan adalah menyediakan berbagai referensi, seperti ensiklopedia, kamus, buku manual, direktori, dan berbagai panduan lainnya. Termasuk di dalamnya buku-buku "how to" yang dapat membantu setiap anggota keluarga untuk masalah keseharian, misalnya panduan P3K, perawatan peralatan rumah tangga, dan perbaikan instalasi listrik.
Koleksi berikutnya adalah buku-buku fiksi yang biasanya tergantung pada minat masing-masing anggota keluarga pada novel, karya sastra, komik, dan buku-buku fiksi lainnya. Kemudian masuk ke buku-buku pengetahuan, baik itu yang populer maupun akademis/ilmiah. Buku-buku pengetahuan ini biasanya lebih banyak ke subjek-subjek yang sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikan anggota keluarga.
Buku-buku pelajaran dan pengetahuan bisa jadi akan mendominasi rak-rak buku bila keluarga memiliki kecenderungan "gandrung" akan perkembangan pengetahuan dan teknologi. Bila sebuah keluarga lebih menjadikan buku sebagai sarana penghibur, maka buku-buku fiksi akan lebih melimpah. Bila keluarga mendukung keberadaan koleksi audio visual, maka DVD, VCD, dan kaset yang berisi kisah-kisah fiksi dan pengetahuan akan menjadi koleksi perpustakaan keluarga.
Dalam pemilihan koleksi, terutama untuk anak-anak, idealnya ada tingkatan bacaan yang disesuaikan dengan umur anak. Karena di Indonesia belum tersedia, maka bisa dimulai dari bacaan yang ringan dan disukai anak dulu dan terus meningkat sampai ke apa yang diinginkan orang tua. Di negara-negara maju, buku bacaan anak sudah memiliki peringkat standar berdasarkan umur dan tingkat kebutuhan atas bacaan.
Pengadaan Bacaan
Berkembangnya sebuah perpustakaan keluarga sangat terkait dengan sejauh mana keseriusan setiap anggota keluarga mengadakan koleksinya. Bila membeli buku sudah menjadi kegiatan rutin di dalam keluarga, maka bertambahnya koleksi akan terus berlangsung setiap waktu. Biasanya ada keluarga yang pergi bersama ke toko buku setiap bulannya, tetapi ada juga yang dilakukan oleh masing-masing anggota keluarga. Dalam kondisi seperti ini, setiap keluarga sudah mengalokasikan dana khusus.
Pengadaan buku yang lebih banyak biasanya terjadi bila ada anggota keluarga yang melakukan perjalanan ke luar negeri. Kadang mereka memborong buku-buku yang sulit didapat di Indonesia. Biasanya ada dana khusus yang memang disiapkan dan bisa dipastikan ada anggota keluarga lain yang juga menitipkan sejumlah judul untuk dibeli.
Bila di dalam koleksi perpustakaan keluarga, dikembangkan secara khusus subjek tertentu mengikuti penokohan keilmuan dari salah satu anggota keluarga, maka bahan pustaka yang ada akan berkembang menjadi tema-tema tertentu. Pendokumentasian ini akan berkembang menjadi koleksi khusus. Beberapa contoh adalah koleksi Nurcholis Madjid, Sarlito Wirawan, atau HB Jassin yang dikembangkan pada subjek tertentu.
Penyusunan Pustaka
Semakin banyaknya koleksi perpustakaan, maka perlu adanya pengelompokan dan penyusunan di rak. Awalnya biasanya dikelompokkan berdasar ukuran buku dan bukan berdasar klasifikasi kelompok pengetahuan.
Walaupun perpustakaan pribadi bukan perpustakaan umum, sudah saatnya kita menata buku berdasar klasifikasi. Klasifikasi yang umum digunakan adalah Dewey Decimal Classification (DDC) atau Universal Decimal Classification (UDC). Dalam sistem klasifikasi DDC, kita membagi bahan pustaka dalam kelompok karya umum (berkode 000), karya filsafat (100), agama (200), ilmu-ilmu sosial (300), bahasa (400), ilmu-ilmu murni (500), teknologi/ilmu terapan (600), kesenian (700), kesusastraan (800), serta geografi, biografi, dan sejarah (900). Untuk koleksi buku fiksi dan anak bisa dikelompokkan sendiri. Teknik mengklasifikasinya dapat dicari di berbagai bahan yang tersedia di internet.
Ilmu tentang klasifikasi pengetahuan ini idealnya sudah dikembangkan di tengah-tengah keluarga. Hal ini akan bermanfaat ketika ada yang memanfaatkan berbagai perpustakaan umum, baik di Indonesia maupun di negara lain. Secara umum, klasifikasi buku di rak-rak perpustakaan seragam. Di banyak negara, proses pembelajaran penggunaan perpustakaan dan ilmu klasifikasi pengetahuan telah diajarkan sejak anak-anak.
Inventarisasi dan pencatatan koleksi, idealnya sejak awal telah dikembangkannya di sebuah perpustakaan keluarga. Dengan terdokumentasinya setiap buku yang masuk ke koleksi, maka akan memudahkan setiap anggota keluarga mengetahui buku-buku yang sudah ada di rak perpustakaan. Pencatatan ini dapat mencegah terbelinya buku yang sama dan mengetahui buku yang sedang dipinjam oleh kerabat dan teman.
Biasanya perpustakaan mengenal buku induk. Buku induk ini bisa mencatat apa saja terkait dengan koleksi berdasar kebutuhan yang ada.
Di dunia perpustakaan Indonesia, tersedia perangkat lunak perpustakan gratis yang menggabungkan buku induk dan klasifikasi koleksi. Di antaranya adalah perangkat lunak Athenaeum Light 8.5 yang dikembangkan KALI bersama Forum Indonesia Membaca dan Senayan 3.0 yang dikembangkan oleh library(at)senayan. Kedua perangkat lunak ini dapat diunduh melalui internet.
Dengan perangkat lunak ini, perpustakaan keluarga bisa dengan mudah mencatat, mengklasifikasi, dan mengatur penempatan buku di rak. Bahkan ia juga dapat mendata keanggotaan, kalau memang diperlukan, ketika perpustakaan dikembangkan melayani kerabat, teman, dan tetangga.
Aktivitas Perpustakaan
Perpustakaan dapat dijadikan sebagai tempat berkumpulnya keluarga, selain meja makan dan ruang ibadah. Aktivitas yang bisa dikembangkan bisa bermacam-macam, seperti mendiskusikan buku dengan tema tertentu secara berkala, mempresentasikan bacaan yang berkesan dari seorang anggota keluarga, mengulas tema-tema hangat di media massa, atau kegiatan yang paling sederhana seperti bermain "scrabble", monopoli, dan teka-teki silang.
Aktivitas lebih lanjut yang lebih menggairahkan adalah ketika sudah meningkat ke tahap proyek menulis yang sedang dilakukan salah satu anggota keluarga. Penulisan adalah tingkat lanjut dari aktivitas membaca, ketika individu menuangkan gagasannya dan dikembangkan menjadi buku, baik itu fiksi maupun nonfiksi. Anggota keluarga yang lain bisa mengambil peran mengkritik gagasan-gagasan sang penulis atau membandingkannya dengan buku-buku lain. Alangkah indahnya bila budaya membaca telah menyatu dengan budaya menulis di tengah-tengah keluarga.
Di luar itu, seperti pernyataan Haklev di awal tulisan ini, bila sebuah perpustakaan keluarga berkembang menjadi pusat pendokumentasian pengetahuan, maka ia akan dapat beralih fungsi menjadi perpustakaan komunitas dan taman bacaan masyarakat -- ketika negara tidak dapat mengakomodasi kebutuhan pengetahuan masyarakatnya.

*) Penulis adalah pustakawan di library(at)senayan dan penggagas Forum Indonesia Membaca

Maktabah Masjid Nabawi

Jamaah haji maupun umrah yang berziarah ke Masjid Nabawi, Madinah, tentu akan menjumpai sebuah ruangan di dalam masjid itu yang di atas pintunya terpampang tulisan berbahasa Arab: ”Maktabah Masjid Nabawi”.
Apa yang menarik dari sana? Setiap habis shalat, banyak orang antre untuk memasuki ruangan itu. Ada apa gerangan? Kalau lihat makna tulisan di atas, pastilah itu sebuah perpustakaan. Ternyata benar. Itu ruangan perpustakaan yang menyimpan koleksi kitab, dan orang bisa meminjam untuk dibaca di situ.

Perpustakaan itu terdapat di Babul Umar (Pintu Umar) dan Babul Utsman. Ruangannya tak luas. Babul Umar yang terdiri atas dua lantai, luasnya masing-masing kurang lebih 10 x 12 meter. Pada lantai pertama terdapat koleksi kitab tauhid, tafsir Alquran, tajwid, qiraat, dan ilmu-ilmu Alquran. Pada lantai dua terdapat koleksi kitab hadis seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan Syarah Nawawi. Ruangan di Babul Utsman juga seluas di Babul Umar. Pada lantai pertama terdapat koleksi kitab sejarah Islam, sejarah Makkah, sejarah Madinah, dan buku-buku pelajaran bahasa Arab. Pada lantai dua terdapat koleksi kitab fikih, baik kitab-kitab fikih dari empat mazhab (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hambali), maupun kitab-kitab fikih dari mazhab-mazhab lain. Selain itu juga terdapat kitab-kitab ushul fikih, dan akhlak.

Pada lantai tiga dari Babul Utsman ini terdapat koleksi naskah kuno dalam tulisan tangan. Ruangan itulah yang paling banyak dipadati pengunjung. Di dalamnya tersimpan lembaran-lembaran tulisan ayat Alquran yang sudah berumur ratusan tahun. Ada yang jenis tulisannya masih sangat sederhana dengan kondisi kertas berwarna kecokelat-cokelatan termakan usia. Ambil contoh naskah bertuliskan ayat 104-108 Surat Hud yang ditulis pada abad ketiga Hijriah. Tulisan itu menggunakan jenis huruf (khat) Kufi. Sayangnya, tak diketahui siapa penulisnya.

Selain lembaran, ada juga tulisan Alquran lengkap satu mushaf (30 juz). Meski itu tulisan tangan, keindahannya tak tertandingi dengan mushaf hasil cetakan. Tulisannya rapi, dan yang menambah indah adalah dekorasi halamannya yang full color dilengkapi dengan tinta emas. Ini seperti yang ditulis oleh Hafiz Muhammad Ismail Hafsi. Mushaf bersampul cantik yang kurang lebih berukuran 15 x 22 cm itu ditulis pada tahun 1343 H.
Ada juga mushaf Alquran tulisan tangan, dengan dekorasi tinta emas pula, yang ditulis pada abad 12 H (abad 17 M) dengan jenis tulisan Naskhi yang sayangnya pula tidak diketahui siapa penulisnya.

Di samping mushaf Alquran, banyak juga naskah kitab hadis dan kitab-kitab lain karya para ulama salaf seperti naskah Shahih Bukhari yang ditulis oleh Ahmad Ibnu Hasan pada tahun 1259 H. Shahih Bukhari adalah kumpulan hadis shahih yang dikumpulkan oleh Imam Bukhari. Selain itu, ada juga naskah kitab Shahih Muslim yang juga tak diketahui siapa penulisnya dan tahun berapa naskah itu ditulis. Shahih Muslim merupakan kumpulan hadis shahih yang dikumpulkan oleh Imam Muslim.Selain naskah kuno, terdapat pula koleksi alat tulis yang digunakan pada zaman dahulu. Ambil contoh alat tulis yang terbuat dari bambu dan bulu itik, tempat tinta, dan bahan-bahan yang dipergunakan untuk membuat tinta.

Perpustakaan Masjid Nabawi didirikan pada pertengahan abad ke-14 H. Pembangunannya dipimpin oleh Sayid Ahmad Yasin Al-Khiyari (wafat 1380 H). Kemudian pada tahun 1399 H, perpustakaan ini dipindah ke sisi utara Masjid Nabawi di samping Babul Umar. Dalam proyek perluasan masjid, perpustakaan juga mengalami perluasan dan tempatnya berpindah ke bagian tengah masjid. Koleksi kitabnya pun bertambah hingga mencapai 60 ribu judul buku. Perpustakaan Masjid Nabawi dibuka setiap hari, dari pukul 7.30 hingga 21.00.
Selain di Babul Umar dan Babul Utsman, di tempat jamaah putri juga terdapat perpustakaan khusus untuk wanita. Ruangnya berada di dekat pintu No 24. Sebagaimana diketahui, di Masjid Nabawi, ada pemisahan tempat antara jamaah pria dan jamaah wanita.

Perpustakaan Audio
Yang menarik, di Masjid Nabawi juga terdapat ”Maktabah Shauthiyah”, yang bisa kita terjemahkan sebagai perpustakaan audio. Di sinilah, jamaah bisa merekam bacaan Alquran, khutbah Jumat, khotbah Idul Fitri, khutbah Idul Adha, baik oleh imam Masjidil Haram, Makkah, maupun oleh imam Masjid Nabawi di Madinah.
Kita cukup membawa keping CD yang masih kosong dan menyerahkannya kepada petugas perpustakaan. Proses perekaman tak langsung jadi. Biasanya kita diminta balik lagi ke perpustakaan dua hari untuk mengambil hasil rekaman. Untuk setiap naskah khutbah, kita menyerahkan satu keping CD. Begitu pula untuk bacaan Alquran 30 juz, cukup menyerahkan satu keping CD. Tak mahal, hanya satu riyal per keping CD.

Selain Perpustakaan Masjid Nabawi, juga ada Perpustaan Malik Abdul Aziz, yang letaknya tak jauh dari Masjid Nabawi. Itu perpustakaan terbesar yang dikelola Kementrian Islam-Wakaf-Dakwah dan Penyuluhan. Keberadaannya sangat penting, karena menjadi pusat penyimpanan manuskrip dan pusat riset ilmiah.
Perpustakaan tersebut didirikan pada 3 Muharam 1393 H atau 7 September 1973. Raja Faishal Ibnu Abdul Aziz yang meletakkan batu pertamanya. Letaknya di Jalan Manakhah berhadapan dengan halaman samping kiri Masjid Nabawi. Di dalamnya terdapat mushaf Alquran kuno sekitar tahun 488 H dan 549 H, serta lebih dari 13 ribu manuskrip yang masih otentik (asli). Manuskrip-manuskrip tersebut dijilid rapi. Mereka yang ingin memanfaatkannya sangat dimudahkan oleh sistem alfabetis yang ada.

Selain itu, perpustakaan ini juga menyimpan kitab-kitab yang tergolong langka dalam ruangan tersendiri. Jumlahnya mencapai 25 ribu eksemplar. Sedangkan kitab-kitab yang tergolong baru dan kontemporer jumlahnya sekitar 40 ribu eksemplar, yang memenuhi seluruh ruangan tingkat dua.

Perpustakaan masjid

Perpustakaan masjid merupakan perpustakaan umum yang melayani segala lapisan masyarakat, maka untuk dapat memberikan layanan informasi kepada masyarakat tersebut (pemakai/pemustaka) dengan baik dan lancar perlu ditunjang dengan manajemen yang memadai, karena dengan manajemen yang baik, pembagian kerja ( job diskription ) akan berjalan dengan baik pula dan fungsi manajemen ( perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan ) akan tercapai sesuai yang diinginkan.

Masjid adalah tempat beribadah umat Islam, juga disebut rumah Allah. Dalam al-Qur'an Allah memerintahkan agar masjid dibina dan dimakmurkan, sebagaimana termaktub dalam Surat At-Taubah ayat 18 yang artinya: "Sesungguhnya ummat yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk."

Mesjid di samping dipergunakan sebagai tempat ibadah sebagaimana dijelaskan ayat di atas, juga berfungsi sebagai pusat kegiatan umat Islam antara lain: pendidikan, kebudayaan, politik, kemasyarakatan dan lain-lain.
Masjid di kota maupun di pedesaan merupakan sentral informasi bagi umat Islam sekitarnya. Untuk itu keberadaan masjid diharapkan mampu meningkatkan kualitas kehidupan umat.
Salah satu sarana penunjang untuk memakmurkan masjid, seperti dianjurkan ayat di atas adalah dengan mendirikan perpustakaan masjid di samping sarana lain seperti Aula Masjid, gedung TPA/TPSA masjid, koperasi / toko masjid, mobil ambulance dan lain-lain.
Pemerintah saat ini telah punya perhatian besar terhadap perpustakaan dengan dikeluarkannya Undang-Undang RI nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan. Dalam undang-undang tersebut pasal 22 ayat ayat 4 menyebutkan bahwa masyarakat dapat menyelenggarakan perpustakaan umum untuk memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat. Selanjutnya pada pasal 48 ayat 4 dijelaskan bahwa pembudayaan kegemaran membaca pada masyarakat dilakukan melalui penyediaan sarana perpustakaan di tempat-tempat umum yang mudah dijangkau.
Jadi dalam upaya untuk mewujudkan masyarakat terpelajar sepanjang hayat dan mendorong pembinaan minat baca serta wawasan berpikir umat, perpustakaan masjid perlu didirikan melengkapi sarana dan prasarana masjid sebagai tempat ibadah umat Islam.
Namun jauh sebelum dikeluarkannya UU di atas, Mentri Agama RI tanggal 25 Februari 1991 mengukuhkan Badan Pembina Perpustakaan Masjid Indonesia (BPPMI) yang dibentuk oleh Dewan Masjid Indonesia dengan SK Nomor: 06/DMI/PP/KPTS/II/1991 yang menurut pedoman kerjanya akan dibentuk sampai tingkat kecamatan di seluruh tanah air.

A. Pengertian Manajemen Perpustakaan Masjid

Manajemen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Selanjutnya perpustakaan, mendengar istilah perpustakaan, dalam benak kebanyakan orang tergambar sebuah gedung atau ruangan yang dipenuhi rak-rak buku. Anggapan demikian tidak selalu salah karena bila dikaji lebih lanjut, kata dasar perpustakaan ialah pustaka. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pustaka artinya kitab, buku. Dalam bahasa Inggris library yang berasal dari kata Latin liber atau libri artinya buku. Dalam bahasa asing lainnya (Belanda) perpustakaan disebut bibliotheek, (Jerman) bibliotheca, (Perancis) bibliotheque, (Spanyol) bibliotheca dan (Portugis) bibliotheca. Semua itu berasal dari kata biblia dari bahasa Yunani artinya tentang buku, kitab. Adapun Perpustakaan dalam bahasa Arab dikenal dengan nama al-Maktabah yang berarti tempat untuk penyimpanan buku.
Dengan demikian batasan pengertian perpustakaan adalah sebuah ruangan, bagian sebuah gedung ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual.

Sedangkan pustakawan adalah orang yang memiliki kompetensi dalam memberikan dan melaksanakan kegiatan perpustakaan dalam bentuk pemberian layanan kepada masyarakat pemakai sesuai dengan misi yang diemban oleh badan induknya berdasarkan ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang diperolehnya melalui pendidikan.
Perpustakaan masjid adalah perpustakaan yang berada di lingkungan masjid, dikelola oleh suatu badan di bawah pengawasan masjid dan merupakan salah satu sarana dan upaya untuk meningkatkan pengetahuan serta kegemaran membaca.
Jadi manajemen perpustakaan masjid maksudnya adalah mengupayakan segala sumber daya yang berkaitan dengan perpustakaan masjid dalam pengelolaannya secara efektif sesuai dengan fungsi dan tujuan perpustakaan masjid serta kebutuhan pemustakanya.

B. Fungsi dan Tujuan Perpustakan Masjid
Perpustakan masjid didirikan dengan maksud membantu para pelajar, mahasiswa, dosen, peneliti, pemuda, dan remaja masjid, ustadz ustadzah, dan masyarakat luas untuk mendapatkan bahan pustaka dan literatur, termasuk hasil kajian Islam yang diperlukan. Oleh karena itu perpustakaan masjid mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1. Tempat para jamaah atau masyarakat sekitarnya menimba ilmu-ilmu ke-Islaman dan ilmu pengetahuan lainnya.
2. Sebagai tempat belajar jamaah dengan tenang.
3. Sebagai sarana menciptakan gemar membaca masyarakat sekitarnya.
4. Pembinaan kehidupan rohaniah dan jasmaniah. Kemajuan dan kebaikan rohani dan jasmani memerlukan ilmu pengetahuan.
5. Penyimpan dokumen dan kegiatan keilmuan masjid. Kegiatan keilmuan yang diselenggarakan masjid, seperti seminar, kajian buku dan lain-lain dapat direkam atau dicatat lalu dibukukan. Hasil pendokumentasian ilmiah itu lalu disimpan di perpustakaan masjid sebagai arsip ilmiah yang dapat dipelajari kembali.
Di samping fungsi di atas, perpustakaan masjid mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
1. Memakmurkan masjid sebagai pusat ibadah dan pusat belajar mengajar al-Qur'an serta sumber ilmu pengetahuan.
2. Meningkatkan kualitas iman dan ilmu pengetahuan umat Islam.
3. Menumbuhkan cinta dan kesadaran membaca al-Qur'an dan buku di kalangan generasi muda Islam.
4. Menyambung silahturrahmi dan membina ukhuwah Islamiyah di lingkungan umat Islam melalui pengembangan perpustakaan masjid.
5. Menggerakkan partisipasi amal para dermawan dan seluruh umat Islam melalui pembinaan perpustakaan masjid.
6. Menyediakan pusat baca yang memadai bagi umat Islam di sekitar masjid.
C. Program dan Kegiatan
Sebelum mendirikan perpustakaan masjid, perlu digariskan program-program dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Moh. E. Ayub menggariskan program dan kegiatan tersebut sebagai berikut:
1. Menghimpun dana dan buku untuk modal awal mendirikan perpustakaan.
2. Mengumpulkan dan mendokumentasikan bahan pustaka, informasi, dan kajian Islam yang diperlukan oleh masyarakat Islam.
3. Memberikan pelayanan informasi kepustakaan kepada masyarakat Islam.
4. Memberi dorongan dan motifasi agar gemar membaca dan mengkaji ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kualitas wawasan berpikir umat Islam.
5. Memantapkan organisasi dan manajemen perpustakaan masjid melalui pendidikan dan latihan mengelola perpustakaan.
6. Memantapkan sistem penyebaran informasi melalui kajian Islam dalam bentuk diskusi dan seminar.
7. Menjalin kerja sama dengan perpustakaan lain yang memiliki pandangan sama tentang perpustakaan.

D. Struktur Organisasi
Sesuai Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Masjid Indonesia, maka struktur organisasi masjid diatur sebagai berikut:
a. Perpustakaan Masjid Pemula di Desa dengan batas minimum pemilikan bahan pustaka sebanyak 1.000 Judul/eksemplar,
b. Perpustakaan Masjid Madya di ibu kota kecamatan dan atau kabupaten/kotamadya dengan pemilikan minimal 2.000 judul/eksemplar bahan pustaka/buku.

c. Perpustakaan Masjid Utama yakni perpustakan masjid di ibu kota propinsi dengan pemilikan jumlah minimum 2.000 judul/eksemplar buku.


E. Pengadaan
Tugas pengadaan ini pada umumnya terbatas pada tugas pengadaan dan pengembangan koleksi. Secara khusus pengadaan ini meliputi pengadaan dana, ruang, mebuler, tenaga dan koleksi, lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:

1. Dana
Suatu kegiatan akan lancar tak terlepas dari dana. Untuk penyelenggaraan perpustakan masjid dana diupayakan melalui:
a. Kotak amal yang diedarkan tiap jum’atan, sholat ‘Iddul Fitri maupun ‘Idul Adha.
b. Alokasi rutin dari kas masjid.
c. Mengadakan pameran buku, hal ini dengan melibatkan toko buku dan penerbit.
d. Usaha bersama. Misalnya mendirikan koperasi, usaha jahitan, peternakan, rental komputer dan pengetikan.
e. Infak, shodaqoh dan zakat dari para dermawan.
f. Iuran / pendaftaran anggota perpustakaan masjid.
Dana-dana ini merupakan kepercayaan, maka harus dikelola dengan administrasi yang baik seperti dengan adanya bukti penerimaan, bukti pengeluaran, laporan rutin berupa asalnya dan pengeluarannya. Maka dengan manajemen yang baik insya Allah akan dapat menghidupi dan mengembangkan perpustakaan masjid.
2. Tenaga.
Untuk melaksanakan tugas-tugas kepustakaan diperlukan pengetahuan, ketrampilan bidang perpustakaan, makanya pengelola perpustakaan masjid disyaratkan:
a. Berpendidikan minimal SMTA, diutamakan lulusan MAN, Pesantren atau mereka yang paham Bahasa Arab dan mengerti seluk beluk agama Islam lebih dalam.
b. Berpendidikan perpustakaan melalui pendidikan formal atau non formal. Yang formal sudah ada pendidikan program Diploma, Srata Satu (S1) dan Strata Dua (S2), tergantung status masjidnya. Sedangkan pendidikan non formal dapat mengikuti penataran, seminar, temu kerja yang diselenggarakan oleh lembaga atau organisasi kepustakawanan.
Tanpa adanya pendidikan, ketrampilan bidang perpustakaan, sulit diharapkan perpustakaan dapat menuju ke arah kemajuan.

3. Koleksi
Koleksi merupakan unsur utama dalam perpustakaan. Koleksi Perpustakaan atau isi perpustakaan dikenal juga dengan istilah bahan pustaka, buku pustaka dan lain-lain. Namun maksud dan tujuannya adalah sama yaitu kumpulan bahan perpustakaan. Bahan koleksi perpustakaan adalah semua bahan dan lain-lain yang mengandung informasi yang berguna bagi kehidupan manusia.
Dalam pengadaan koleksi perpustakaan, tidak semua koleksi dibeli dan diterima begitu saja. Sebab koleksi itu nantinya kurang diminati pembaca atau tidak dibutuhkan oleh masyarakat pemustaka. Oleh karena itu koleksi yang akan diadakan atau yang diterima berupa sumbangan harus diseleksi terlebih dahulu. Kalau tidak terpakai akan menghabiskan biaya, waktu dan tenaga dalam pengolahannya dan akan memenuhi tempat saja.
Adapun jenis-jenis koleksi perpustakaan adalah
a. Karya cetak, yaitu hasil pikiran manusia yang dituangkan dalam bentuk cetak, seperti: buku dan non buku. Yang termasuk buku adalah fiksi, buku teks dan buku rujukan (mis: kamus, ensiklopedi). Sedangkan yang termasuk non buku adalah terbitan berseri yaitu terbitan yang diterbitkan terus-menerus dengan jangka waktu terbit tertentu. Yang termasuk terbitan berseri ini surat kabar (harian), majalah (mingguan, bulanan dan lainnya), laporan yang terbit dengan jangka waktu tertentu, seperti laporan tahunan, tri wulanan dan sebagainya.
b. Karya non cetak
Karya non cetak adalah hasil pikiran manusia yang dituangkan tidak dalam bentuk cetak seperti buku dan majalah, melainkan dalam bentuk lain seperti :
-rekaman suara, yaitu dalam bentuk pita kaset dan piringan hitam
-gambar hidup dan rekaman video, yang termasuk di sini adalah film dan kaset video
-bahan grafika, bahan ini ada 2 macam, yaitu bahan pustaka yang dapat dilihat lansung misalnya lukisan, bagan, foto, gambar teknik dan sebagainya, dan yang harus dilihat dengan bantuan alat misalnya transparansi.
-bahan kartografi yaitu peta, atlas, bola dunia, foto udara dan sebagainya.
c. Bentuk Mikro
Semua bahan pustaka ini menggunakan media film dan tidak dapat dibaca dengan mata biasa melainkan harus memakai alat yang dinamakan microreader. Bahan ini berisi bahan tercetak seperti majalah, surat kabar dan sebagainya. Yang termasuk bahan pustaka berbentuk mikro ini seperti microfilm, mikrofis dan microopaque.
d. Karya dalam bentuk elekronik
Dengan kemajuan teknologi informasi sekarang ini, maka informasi tersebut dapat dituangkan dalam media elektronik seperti pita magnetis, disket, CD-ROM dan internet. Untuk membacanya diperlukan perangkat keras seperti komputer, CD-ROM player dan sebagainya.
Dari semua jenis-jenis koleksi perpustakan di atas, perpustakaan masjid boleh mengoleksi yang tidak bertentangan dengan agama Islam.
Koleksi perpustakaan dapat diperoleh melalui:
1). Memohon sumbangan buku dari umat Islam sekitar dengan menggelar infak dan wakaf buku.
2). Mengajukan permohonan ke yayasan tertentu.
3). Mengajukan permohonan ke instansi pemerintah, departemen, atau badan yang sering menerbitkan majalah tertentu.
4). Menghubungi Kedutaan Besar atau perwakilan negara asing, seperti di Jakarta.
5). Melakukan pembelian, foto kopi buku-buku kalau buku-buku langka.
6). Menghubungi perpustakaan yang besar-besar, karena mungkin perpustakaan itu memiliki koleksi yang dalam jumlah banyak atau hasil penyiangan karena tidak diminati pembaca.
7). Melakukan tukar-menukar terbitan dengan instansi, lembaga dan organisasi lain.
8). Titipan, artinya untuk sementara dapat dipinjam buku-buku tertentu dari warga sebagai buku titipan.

4. Ruangan
Luas dan macam ruangan yang harus disediakan untuk perpustakaan masjid tergantung pada status perpustakaan masjid itu. Semakin tinggi status perpustakaan masjid itu berarti semakin luas ruangan yang diperlukan.
Di samping itu perpustakaan harus dilengkapi dengan peralatan-peralatan yang dibutuhkan, seperi rak-rak buku, meja, kursi, buku-buku catatan, pena, dan peralatan dalam memproses buku seperti kantong buku, slip dan kartu buku, sampul plastik dan lain-lain.
Penataan ruangan atau tata letak mobiler harus disesuaikan dengan besar ruangan serta diperhatikan unsur-unsur penataan seperti kenyamanan suara, kenyamanan warna, kenyamanan udara dan kenyamanan cahaya. Untuk kenyamanan cahara harus diperhatikan arah sumber cahaya. Bila cahaya matahari tidak mencukupi harus ditambah cahaya lampu.

Suatu perpustakaan apapun jenisnya, memerlukan manajemen yang matang baik mulai dari tahap pendiriaannya, pengelolaan dan dalam pengembangan koleksinya. Tanpa manajemen yang matang, visi dan misi perpustakaan itu tidak akan tercapai.
Perpustakaan masjid yang merupakan perpustakaan umat Islam, harus dilengkapi dengan koleksi-koleksi yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Dirikanlah perpustakaan masjid di setiap masjid, yang dijadikan sebagai tempat untuk mencerdaskan jamaah Islam yang berada disekitarnya.
Jagalah selalu keberadaannya dengan dukungan dari segala pihak. Wassalam.


DAFTAR BACAAN

Ayub, Moh. E, Manajemen Masjid, Jakarta: GIP, 1996

Bafadal, Ibrahim, Pengelolaan Perpustakaan Sekolah, Jakarta : Bumi Aksara, Cet. ke- 3, 2001

Dep. Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988

Evans, G. Edward, Developing Library and Information Center Collections, Colorado: Libraries, second edition, 1987

Lasa, Pengelolaan Terbitan Berkala, Yogyakarta : Kanisius,Cet. ke-1, th. 1994

Lasa Hs, Petunjuk Praktis Pengelolaan Perpustakan Masjid dan Lembaga Islamiyah, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994

Maryam, Siti, “Upaya Mencari Solusi Pengembangan Koleksi di Perpustakaan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Al-Maktabah, I (2), Oktober 1999

Milburga, C. Larasti, dkk, Membina Perpustakaan Sekolah, Yogyakarta : Kanisius, 1986
Munawwir, A.W, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Yokyakarta: Unit Pengadaan buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren al-Munawwir, 1984

Nelwati, Pengembangan Koleksi, (Makalah), Jakarta: Perpusnas RI, 2005

P. Sumardji, Mengelola Perpustakaan, Yogyakarta : Kanisius, Cet. ke-12, 1997

__________, Perpustakaan, Organisasi dan Tatakerjanya, Yogyakarta : Kanisius, 1997

Sulistyo-Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1991

Sumarningsih, Siti, “Pengembangan Koleksi Perpustakaan”, Al-Maktabah, 3 (1), April 2001

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001

Trimo, Soejono, Pedoman Pelaksanaan Perpustakaan, Bandung : Remaja Karya, Cet. ke-3, 1985
Yulia, Yuyu, Pengadaan Bahan Pustaka, Jakarta: Universitas Terbuka, 1994

Rabu, 31 Maret 2010

Bikin Mainan Sendiri untuk Bayi Anda!

Bikin Mainan Sendiri untuk Bayi Anda!

Posted using ShareThis

Primary Care Guidelines for the Management of Persons Infected with Human Immunodeficiency Virus

Evidence-based guidelines for the management of persons infected with human immunodeficiency virus(HIV) were prepared by an expert panel of the HIV Medicine Association of the Infectious Diseases Society of America. These updated guidelines replace those published in 2004. The guidelines are intended for use by Health care providers who care for HIV-infected patients or patients who maybe at risk for acquiring HIV infection.

http://www.ziddu.com/download/9237809/AIDS GUIDELINES IDSA 2009.pdf.html

Selasa, 30 Maret 2010

Digital Libraries: a National Library Perspective

A digital library, like any library, is a service which is based on principles of selection, acquisition, access, management and preservation, related to a specific client community. This paper examines some of the key challenges which these processes encounter when dealing with digital collections, with particular attention to the issues which are raised for national libraries. Examples are the challenge of selecting significant national
digital publications, the challenge of how to acquire efficiently those digital publications which are selected, the challenge of integrating access to digital and traditional information resources, the challenge of ensuring reliable delivery of digital publications given their changeable physical location, and the enormous challenge of how to preserve digital publications. The paper refers to the National Library of Australia’s Digital Services
Project, which has developed system requirements in the light of these issues and challenges.
The Development of the Digital Library The term “digital library” began to be heard in the early 1990s, as universities and other institutions began to build discipline-based collections of information resources in digital form, and to provide access to these collections through local and wide area networks. Today, hundreds of services which might qualify for the
description “digital library” have been developed, and it is possible to survey what has been achieved by such services and what challenges have been identified.

Definition of “digital library”
The Digital Library Federation has proposed the following definition [1]:
Digital libraries are organizations that provide the resources, including the specialized staff, to select, structure, offer intellectual access to, interpret, distribute, preserve the integrity of, and ensure the persistence over time of collections of digital works so that they are readily and economically available for use a by a defined community or set of communities.

to be continued to http://www.ziddu.com/download/9236848/Digital-Libraries-a-National-Library-Perspective.pdf.html